Berikut ini adalah Prinsip-prins etika bisnis dalam Islam:
a.
Keesaan atau (tauhid)
Tauhid
merupakan landasan yang sangat filosofis yang dijadikan sebagai kondisi utama
setiap langkah seorang muslim yang beriman dalam menjalankan fungsi kehidupan.[1] Begitupun dalam bisnis, seorang muslim harus
memperhatikan konsep tauhid dalam menjalankan bisnisnya. Seorang muslim
haruslah mentaati aturan Allah, dimanapun dan dalam keadaan apapun baik itu di
masjid, di dunia kerja, muamalah, atau aspek apapun dalam kehidupannya. Hal ini
tertuang dalam ayat berikut ini
Artinya : “Katakanlah; Sesungguhnya, ibadahku,
pengorbananku, hidupku dan matiku semata adalah demi Allah SWT, Penguasa Alam
Semesta”.[2]
(Q.S Al- An’am (6) : 163 )
b.
Keadilan
Keadilan
tidak berarti kesamaan secara mutlak, tetapi keadilan menyamakan dua hal yang
sama sesuai batas persamaan dan kemiripan kondisi antara keduanya, atau
membedakan antara dua hal yang berbeda sesuai batas peberdaan dan keterputan
kondisi keduannya. Sebagaimana telah dikutip oleh Yusuf Qardhawi bahwa
persamaan yang ideal adalah keadilah yang tidak ada kedzhaliman terhadap
seorang pun didalamnya. [3]
Prinsip keseimbangan atau kesetaraan berlaku baik secara harfiah maupun kias
dalam dunia bisnis. Sebagaimana contoh, Allah SWT memperingatkan para pengusaha
Muslim untuk :[4]
Artinya : “Sempurnakanlah
takaranmu apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar: itulah
yang lebih utama dan lebih baik akibatnya.”[5]
Q.S Al-Isra (17) ; 35
Penegakan nilai keadilan dalam ekonomi
dilakukan dengan melarang semua mufsadah (
segala yang merusak), riba (tambahan yang didapat secara zalim), gharar (ketidakpastian), tadlis (penipuan), dan maysir (perjudian, zero-sum game: orang mendapat keuntungan dengan merugikan orang
lain.)[6]
Menegakkan keadilan itu tidak hanya dituntut dalam hal yang berkaitan dengan
perbuatan dan ucapan atau kedua-duanya sekaligus, tetapi juga diperintahkan
dalam transaksi bisnis, sebagaimana termaktub dalam firman Allah SWT berikut[7]:
(#qßJÏ%r&ur cøuqø9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ wur (#rçÅ£øéB tb#uÏJø9$# ÇÒÈ
Artinya : Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan
janganlah kamu mengurangi neraca itu. (QS. Ar-Rahman (55) :9)[8]
c.
Kebebasan
Kebebasan
dalam bermuamalat membutuhkan persetujuan bersama dan kesepakatan. Persetujuan
yang kompleks antara pihak-pihak yang berkepentingan dianggap sebagai syarat
bagi terwujudnya legalitas transaksi.[9]
Berdasarkan konsep kehendak bebas, manusia memiliki kebebasan untuk membuat
kontrak dan menepatinya ataupun mengingkarinya.[10] Pada
tingkat tertentu, manusia diberikan kehendak bebas untuk mengendalikan
kehidupannya sendiri mana kala Allah SWT menurunkannya ke bumi. [11]
Tetapi kebebasan tersebut dengan tanpa mengabaikan kenyataan bahwa sebagais
serorang muslim sepneuhnya dituntun dan diatur oleh hukum atau aturan yang
telah diciptkan Allah SWT.
d.
Tanggung jawab
Segala
aktifitas bisnis yang dilakukan oleh para pelaku bisnis tidak terlepas dari
petanggung jawaban atas apa yang telah dikerjakan. Allah SWT menekankan konsep
tanggung jawab moral tindakan seseorang ini dengan firmannya:
Artinya : “ Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi balasan
dengan kejahatan itu. Dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong
baginya selain dari Allah SWT. Barangsiapa mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan, sedang ia orang yang beriman, maka mereka tu masuk
ke dalam surge dan meraka tidak dianiaya walau sedikit pun”[12]
Islam
adalah agama yang adil, seseorang tidak bertanggungjawab terhadap tindakananya
jika ia belum mencapai usia dewasa, ia sakit jiwa, atau berbuat sesuatu ketika
sedang tidur.[13]
Dan dalam menjalankan bisnispun seorang pebisnis harus memiliki prinsip
tanggung jawab agar setiap hal yang dilakukannya menjadi berkah.
e. Kejujuran
Aspek
kejujuran yang didasari iman akan menempaktan manusia kepada kemuliaan, penghargaan
Islam terhadap dunia perdagangan sangan bersar. Bahkan, Rasulullah menjamin
para pedagang yang baik di akhirat nanti akan disejajarkan dengan para Nabi.[14]
Setiap akad
(transaksi) dalam bisnis disepakati oleh dua pihak atau lebih, baik secara tertulis
maupun tidak tertulis dimana pada akad yang dilakukan tersbut harus ada sifat
kejujuran antar pihak penjual dan pembeli. Dalam perspektif agama, kejujuran
tersebut merupakan faktor keberkahan bagi pedagang dan pembeli.[15]
Prinsip kejujuran misalnya pada saat melakuka akad / perjanjian, dan produk yang diperjualkan jika ada cacat tidak
boleh ditutupi. Selanjuntya jujur dalam mengatakan kualitas dan spesifikasi
produk, dan lain sebagaianya.
[1] Muhammad R. Lukman Fauroni, Visi Al-Quran tentang Etika dan Bisnis,
( Jakarta: Salemba Diniyah, 2004) h. 4
[2] Q.S Al- An’am
(6) : 163.
[3] Yusuf Qardhawi, Peran Nilai Moral Dalam Perekonomian Islam,
(Jakarta: Robbani Press,2001),h. 396.
[4]
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis
Islami, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004) h. 37
[5]
Q.S Al- Israa’ (17) : 35
[6]
Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, (Jakarta: PT Raja
Gradindo Persada, 2004), h. 42-43
[7] Kadir, Hukum Bisnis Syariah dalam Al-Quran ( Jakarta: Amzah, 2010) h.81
[8] QS. Ar-Rahman (55) :9
[9] Muslich, Etika Bisnis., h. 9.
[10] Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis., h. 39
[11] Ibid., 38
[12] Q.S Al-Hujuraat (49) : 13
[13]
Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis., h. 40
[14] Ali Hasan, Manajemen Bisnis., h.198 .
[15]
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, ( Jakarta: Bumi
Aksara, 2008) h.37
0 komentar:
Posting Komentar
Mauu komentar ? silahkan :D
Maaf jika ada penulisan kata yang kurang jelas hihi kadang suka typo
Jika ada kesalahan dalam postingan, silahkan kasih komentar dan saran yah hihi
Terimakasih banyak :)