BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Blakang
Dalam
Islam, prinsip utama dalam kehidupan umat manusia adalah Allah swt merupakan
Zat Yang Maha Esa. Ia adalah satu-satunya Tuhan dan Pencipta seluruh alam
semesta, sekaligus Pemilik, Penguasa serta Pemelihara Tunggal hidup dan
kehidupan seluruh makhluk yang tiada bandingan dan tandingan, baik di dunia
maupun di akhirat. Ia adalah Subbuhun dan Quddusun, yakni bebas dari segala
kekurangan, kesalahan, kelemahan, dan berbagai kepincangan lainnya, serta suci
dan bersih dalam segala hal.
Kontribusi
kaum muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan
pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah
diabaikan oleh para ilmuwan Barat.
Menurut Chapra, meskipun sebagian kesalahan terletak di tangan umat
Islam karena tidak mengartikulasikan secara memadai kontribusi kaum muslimin,
namun Barat memiliki andil dalam hal ini, karena tidak memberikan penghargaan
yang layak atas kontribusi peradaban lain bagi kemajuan pengetahuan manusia.
Dalam kesempatan pembuatan makalah ini kami akan membahas tentang sejarah
pemikiran ekonomi Abu Yusuf dan as-Syaibani.
2.
Masalah
1)
Seperti apa riwayat
hidup Imam Al-Syaibani ?
2)
Bagaimana perkembangan
hidupnya dari kecil sampai besar ?
3)
Siapa guru Imam
Al-Syaibani, dan kitab apa saja yang dikarangnya ?
4)
Apa konsep teori yang
dikemukakan Imam Al-Syaibani ?
5)
Bagaimana relefansi antara teori yang dikemukakan dengan realita
saat ini?
3.
Tujuan
1)
Mengetahui riwayat
hidup Imam Al-Syaibani
2)
Mengetahui perkembangan
hidupnya dari kecil sampai besar
3)
Mengetahui guru
Imam Al-Syaibani, dan kitab apa saja yang dikarangnya
4)
Mengetahui konsep
teori yang dikemukakan Imam Al-Syaibani
5)
Mengetahui
relefansi antara teori yang dikemukakan dengan realita saat ini
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Riwayat Imam
Al-Syaibani (132
H/750 M – 189 H/804 M)
Nama lengkap
Al-Syaibani adalah Abu Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad al-
Syaibani. Beliau lahir
pada tahun 132 H (750M) di kota Wasit, ibu kota dari Irak pada masa akhir
pemerintah Bani Umawiyyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di wilayah
Jazirah Arab.
Bersama orang tuanya,
Al-Syaibani pindah ke kota Kufah yang ketika itu merupakan salah satu pusat
kegiatan ilmiah. Di kota tersebut, ia belajar memahami fiqh ahl al-Ra’y (yang
mengandalkan akal), dia juga mempelajari sastra, bahasa, syair, termasuk
gramatika, serta mempelajari ilmu agama, seperti alquran, hadist dan fiqh
kepada para ulama setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Sufyan Tsauri bin Dzar,
dan Malik bin Maghul.
Ahli fikih dan tokoh
ketiga Mazhab Hanafi yang berperan besar mengembangkan dan menulis pandangan
Imam Abu Hanifah. Pendidikannya berawal di rumah di bawah bimbingan langsung
dari ayahnya, seorang ahli fikih di zamannya. Pada usia belia asy-Syaibani
telah menghafal Alquran. Pada usia 19 tahun ia belajar kepada Imam Abu Hanifah.
Kemudian ia belajar kepada Imam Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah. Dari kedua
imam inilah asy-Syaibani memahami fikih Mazhab Hanafi dan tumbuh menjadi
pendukung utama mazhab tersebut. Asy-syaibani
sendiri di kemudian hari banyak menulis pelajaran yang pernah diberikan Imam
Abu Hanifah kepadanya.
Ia belajar hadis dan
ilmu hadis kepada Sufyan as-Sauri dan Abdurrahman al-Auza’i. di sampig itu,
ketika berusia 30 tahun ia mengunjungi Madinah dan berguru kepada Imam Malik yang
mempunyai latar belakang sebagai ulama ahlulhadis dan ahlurra’yi. Berguru
kepada ulama-ulama di atas memberikan nuansa baru dalam pemikiran fikihnya.
Asy-Syaibani menjadi tahu lebih banyak tentang hadis yang selama ini luput dari
pengamatan Imam Abu Hanifah.
Dari keluasan
pendidikannya ini, asy-Sayibani dapat membuat kombinasi antara
aliran ahlurra’yi di Irak dan ahulhadis di Madinah. Ia tidak
sepenuhnya sependapat dengan Imam Abu Hanifah yang lebih mengutamakan
metodologi nalar (ra’yu). Ia juga mempertimbangkan serta mengutip hadis-hadis
yang tidak dipakai Imam Abu Hanifah dalam memperkuat pendapatnya. Di Baghdad
asy-Syaibani, yang berprofesi sebagai guru, banyak berjasa dalam mengembangkan
fikih Mazhab Hanafi, Imam asy-Syafi’I sendiri sering ikut dalam majelis
pengajian asy-Syaibani. Hal ini ditopang pula oleh kebijaksanaan pemerintah
Dinasti Abbasiyah yang menjadikan Mazhab Hanafi sebagai mazhab resmi negara.
Tidak mengherankan kalau Imam Abu Yusuf, yang diangkat oleh Khalifah Harun
ar-Rasyid (149 H/766 M-193 H/809 M) untuk menjadi hakim agung (qadi al-qudah),
mengangkat asy-Syaibani sebagai hakim di ar-Riqqah (Irak).
2.
Perkembangan
kehidupan Imam Al-Syaibani
Pada
usia 14 tahun al- Syaibani berguru kepada Abu Hanifah selama empat tahun,
setelah belajar 4 tahun, Abu Hanifah meninggal dunia dan ia tercatat sebagai
penyebar Mazhab Hanafi. Al-Syaibani termasuk salah seorang murid Abu Hanifah
yang sangat cemerlang. Ketika Abu Hanifah meninggal dunia 183 H/798 M, dia
pindah ke Madinah dan belajar kepada Malik dan al-Awza’i, lalu dia menguasai
fiqh yang mengandalkan hadis. Al-Syaibani mempelajari fiqh Abu Hanifah dari dua
segi.
Pertama,
dia belajar dari mazhab Hanafi menurut apa yang dia dengar dari para ahli hadis
dan fukaha di Madinah. Kedua, dia belajar dari pemilahan masalah-masalah ushul
fiqih. Pada zamannya dia dikenal sebagai orang yang ahli dalam hitungan yang
sangat diperlukan dalam melakukan pembagian warisan, dan lain sebagainya.
Selain beinteraksi dengan para ulama al-ra’yi, Al-Syaibani juga berinteraksi kepada para ulama ahl al-hadis. Ia terus berkelana keberbagai tempat seperti Makkah, Syria, Basrah dan Khurasan untuk belajar kepada para ulama besar, seperti Malik bin Anas, sufyan bin ‘Uyainah dan Auza’i. Ia pernah bertemu dengan Al-Syafi’I ketika belajar al-muwatta pada Malik bin Anas. Al-syaibani telah banyak mengetahui mengenai hadist yang luput dari perhatian Abu Hanifah.karena keluasan pendidikannya, ia mampu mengombinasikan antara aliran ahl al-ra’yi di irak dengan ahl al-hadis di Medinah.
Selain beinteraksi dengan para ulama al-ra’yi, Al-Syaibani juga berinteraksi kepada para ulama ahl al-hadis. Ia terus berkelana keberbagai tempat seperti Makkah, Syria, Basrah dan Khurasan untuk belajar kepada para ulama besar, seperti Malik bin Anas, sufyan bin ‘Uyainah dan Auza’i. Ia pernah bertemu dengan Al-Syafi’I ketika belajar al-muwatta pada Malik bin Anas. Al-syaibani telah banyak mengetahui mengenai hadist yang luput dari perhatian Abu Hanifah.karena keluasan pendidikannya, ia mampu mengombinasikan antara aliran ahl al-ra’yi di irak dengan ahl al-hadis di Medinah.
Al-Syaibani
kembali ke Baghdad yang berada dalam kekuasaan Daulah Bani Abbasiya. Ia
mempunyai peranan penting dalam mejelis ulama dan kerap didatangi para penuntut
ilmu. Hal tersebut semakin mempermudahnya dalam mengembangkan Mazhab Hanafi,
kebijakan pemerintah menetapkan Mazhab Hanafi sebagai mazhab Negara. Setelah
Abu Yusuf meninggal dunia, khalifah Haru Al-Rasid mengangkat Al-syaibani
sebagai hakimdi kota Riqqah, Irak. Namun tugas ini hanya berlangsung singkat
kerena ia mengundurkan diri untuk lebuh berkonsentrasi pada pengajaran dan
penulisan fiqh. Al-Syaibani meninggal dunia tahun 189 H (804 M) di kota al-Ray,
dekat Teheran, pada usia 58 tahun.
3.
Guru dan kitab Imam Al-Syaibani
1)
Guru Imam
Al-syaibani :
a.
Abu Hanifah
b.
Malik bin Anas
c.
al-Awza’i
d.
Sufyan
bin ‘Uyainah
e.
Auza’i
2)
Kitab yang
dikarang Imam Al-Syaibani
Dalam
menulis pokok-pokok pemikiran fiqhnya, Al-Syaibani menggunakan istihsan sebagai
metode ijtihadnya. Ia merupakan sosok ulama yang sangat produktif.
Kitab-kitabnya dapat diklasifikasikan ke dalam dua golongan, yaitu:
a.
Zhahi al-Riwayah
Kitab-kitab yang ditulis
berdasarkan pelajaran yang diberikan oleh Imam Abu Hanifah. Imam Abu Hanifah
tidak meninggalkan karya tulis yang mengungkapkan pokok-pokok pikirannya dalam
ilmu fikih. Asy-Syaibani lah yang menukilkan dan merekam pandangan Imam Abu
Hanifah dalam Zahir ar-Riwayah ini. Kitab Zahir
ar-Riwayah terdiri atas enam judul, yaitu al-Mabsut, al-Jami’
al-Kabir, al-Jami’ as-Sagir, as-Siyar al-Kabir, as-Siyar as-Sagir, dan az-Ziyadat.
Keenam
kitab ini berisikan pendapat Imam Abu Hanifah tentang berbagai masalah
keislaman, seperti fikih, usul fikih, ilmu kalam, dan sejarah. Keenam kitab ini
kemudian dihimpun oleh Abi al-Fadl Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Maruzi
(w.334 H/945 M) salah seorang ulama fikih Mazhab Hanafi, dalam salah satu kitab
yang berjudul al-Kafi.
b.
Al-Nawadir
Kitab-kitab yang ditulis
oleh asy-Syaibani berdasarkan pandangannya sendiri. Kitab-kitab yang termasuk
dalam an-Nawadir adalahAmali Muhammad fi al-Fiqh (pandangan
asy-Syaibani tentang berbagai masalah fikih), ar-Ruqayyat (himpunan
keputusan terhadap masalah hilahdan jalan keluarnya) ditulis ketika
menjadi hakim di Riqqah (Irak).
Ar-Radd
‘ala ahl al-Madinah (penolakan pandangan orang-orang
Madinah), az-Ziyadah (pendapat asy-Syaibani yang tidak terangkum
dalam keempat buku tersebut di atas), kitab yang dikarangnya
setelah al-Jami’ al-Kabir serta al-Asar. Kitab yang terakhir ini
melahirkan polemik tentang hak-hak non muslim di negara Islam dan ditanggapi oleh
Imam asy-Syafi’i dalam kitabny al-Umm. Imam asy-Syafi’I menulis bantahan dan
kritik secara khusus terhadap asy-Syaibani dengan judul ar-Radd ‘ala
Muhammad bin Hasan (bantahan terhadap pendapat Muhammad bin al-Hasan
asy-Syaibani).
Al-Syaibani telah menulis beberapa buku
antara lain Kitab al-Iktisab fiil rizq al-Mustahab (book on Earning a clean
living) dan Kitab al-Asl. Buku yang pertama banyak membahas berbagai aturan
syari’at tentang ijarah (sewa-menyewa) yaitu suatu transakasi terhadap suatu
manfaat yang dituju,tertentu, bersifat mubah, dan boleh dimanfaatkan dengan
imbalan tertentu., tijarah (perdagangan) yaitu suatu tansaksi dengan cara
tukar-menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu
yang bermanfaat , zira’ah (pertanian) yaitu suatu usaha dengan bercocok tanam
untuk memenuhi kebutuha hidup, dan sina’ah (industri).
Prilaku
konsumsi ideal orang muslim menurutnya adalah sederhana, suka memberikan derma
(charity), tetapi tidak suka meminta-minta. Buku kedua membahas berbagai bentuk
transasksi atau kerja sama usaha dalam bisnis, misalnya saham (prepaid order),
syirkah (partnership), dan mudharabah. Biku yang ditulis Al-Syaibani ini
mengandung tinjauan normative sekaligus positif.
Dan buku al-Siyar al-Kabir adalah buku
karangannya yang terakhir. Pembahasannya mencakup semua hal yang berkaitan
dengan peperangan dan kaitannya dengan kaum musyrikin, musuh kaum muslim, dan
hukum-hukumnya. Selain itu, bukunya membahas tentang tawanan perang (laki-laki,
perempuan, dan anak-anak), masuk Islamnya orang musyrik, kemanan mereka, utusan
yang diutus memasuki Dar al-islam dari Dar al-harb, kuda-kuda perang yang
dipakai oleh mereka, rampasan perang, perdamaian dan perjanjiannnya, tebusan
dan hukum senjata, budak, tanah yang dikuasai oleh musuh di negeri musuh, orang
Islam yang berada di negeri musuh, pelanggaran perjanjian, kejahatan dalam
perang, dan beratus masalah yang berkaitan dengan musuh dan hubungan kaum
muslimin dan mereka pada saat perang maupun damai.
Al-Syaibani bersandar sepenuhnya kepada
alquran dan hadis yang meriwayatkan peperangan Rasul yang berbicara tentang
peristiwa yang betul-betul terjadi, dan hukum-hukum yang terjadi pada saat
terjadinya peperangan kaum Muslim dan penakluka wilayah yang mereka lakukan.
Dia juga menggunakan perbandingan kepada masa-masa tertentu. Harun al-Rayid
terheran-heran ketika menyimak isi buku ini dan memasukkan ke dalam daftar
hal-hal yang patut dibanggakan pada masa kekahalifahannya. Perhatian terhadap
buku ini juga terlihat pada masa daulah Utsmaniyah, karena buku ini
diterjemahkan ke dalam bahasa Turki, dan dijadikan sebagai dasar bagi
hukum-hukum pejuang daulah Utsmaniyah ketika mereka berperang melawan
negara-negara Eropa. selain itu Muhammad bin al-Hasan al-Syaibani adalah salah
seorang tokoh penulis dalam hukum internasional.
4.
Konsep teori
yang dikemukakan Imam Al-Syaibani
Pemikiran
ekonomi Al-Syaibani dapat dilihat pada Kitab al-Kasb yaitu sebuah kitab yang
lahir sebagai respon beliau terhadap sikap Zuhud yang tumbuh dan berkembang
pada abad kedua Hijriyah. Secara keseluruhan, kitab ini mengungkapkan kajian
mikro ekonomi yang bekisar pada teori Kasb (pendapatan) dan sumber-sumbernya
serta pedoman prilaku produksi dan konsumsi. Kitap ini merupakan kitab pertaman
di dunia Islam yang membahas permasalahan ini. Dr. al-Janidal menyebut
al-Syaibani sebagai salah satu perintis ilmu ekonomi dalam islam.
Hal
yang dibahas Al-syaibani antara lain:
1)
Al-Kasb (kerja)
Kerja
merupakan hal yang paling penting untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Allah telah menjadikan dunia ini dengan berbagai ciptaannya temasuk manusia.
Manusia diciptakan sebagai khalifah dan bekerja keras untuk memenuhi
kehidupanya. Dan manusia disuruh menyebar untuk mencari karunia Allah. Menurut
Al-Syaibani al-Kasb (kerja) yaitu sebagai mencari perolehan harta melaui
berbagai cara yang halal. Dalam ilmu ekonomi, aktivitas ini termasuk dalam
aktivitas produksi.
Dalam
ekonomi islam berbeda dengan aktivitas produksi dalam ekonomi konvensional.
Perbedaannya adalah kalau dalam ekonomi islam, tidak semua aktivitas yang
menghasilkan barang atua jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena
aktivitas produksi sangat erat terkait dengan halal haramnya sesuatu barang
atau jasa dan cara memperolehnya. Maksudnya aktivitas menghasilkan barang dan
jasa yang halal saja yang dapat disebut sebagai aktivitas produksi. Dalam
memproduksi, kita harus mengetahi apa produk yang akan diproduksi, bagaimana
cara memproduksi barang tersebut, apa tujuan dari produk yang diproduksikan, dan
kepada siapa produk akan dituju. Itu semua harus kita ketahui agar terhindar
dari produksi yang dilarang oleh islam.
Produksi
barang atau jasa dalam ilmu ekonomi yaitu barang atau jasa yang mempunyai
utilitas (nilai guna). Dalam isalm, barang dan jasa mempunyai nilai guna jika
dan hanya mengandung kemaslahatan. Imam asy-Syatibi mengatakan kemaslahatan
hanya dapat dicapai dengan memelihara ilmu unsur pokok kehidupan yaitu agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dengan demikian seorang muslim bermotivasi
untuk memproduksi setiap barang atau jasa yang memiliki maslahat tersebut.
Konsep
maslahat merupakan kosep yang objektif terhadap prilaku produsen karena
ditentukan oleh tujuan (maqashid) syari’ah yaitu memelihara kemaslahatan
manusia di dunia dan akhirat. Sedang kosep ekonomi konvensional menganggap
bahwa suatu barang dan jasa mempunyai nilai guna selama masih ada orang yang
menginginkannya. Maksudnya dalam ekonomi konvensional, nilai guna suatu barabg
atau jasa ditentukan oleh keinginan (wants) orang per orang dan ini bersifat
subyektif. Produksi secara konvensional hanya memikirkan untuk keuntungan di
dunia saja tanpa menghiraukan akhirat. Dan tidak tau halal atau haramkah produk
yang diproduksi tersebut.
Dalam
pandangan islam, aktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban akan
‘Imarul Kaum, yaitu menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk.
Asy-Syaibani menegaskan kerja merupakan unsur utama produksi mempunyai
kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah
kepada Allah AWT dan karenanya hukum bekerja adalah wajib. Ada dalil-dalil yang
mengaskannya, yaitu:
i.
Firman Allah QS.
Al-Jumu’ah ayat 10
Artinya: “apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia
Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
ii.
Hadits Rasulullah Saw,
“ Mencari pendapatan
adalah wajib bagi setiap muslim.”
iii.
Amirul Mukminin Umar
ibn al-Khattab r. a.
Lebih
mengutamakan derajat kerja daripada jihad. Sayyidina Umar menyatakan, dirinya
lebih menyukai meninggal pada saat berusaha mencari sebagian karunia Allah Swt
di muka bumi daripada terbunuh di medan perang, karena Allah Swt mendahulukan
orang-orang yang mencari sebagian karunia-Nya daripada para mujahidin melalui
firman-Nya:
“Dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah dan orang-orang yang lain
lagi yang berperang di jalan Allah….”( QS. Al-Muzammil: 20).
2)
Kekayaan dan Kefakiran
Menurut
Al Syaibani sekalipun banyak dalil yang menunjukkan keutamaan sifat-sifat kaya,
sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Ia menyatakan bahwa
apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian bergegas
pada kebajikan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah
lebih baik bagi mereka.
Dalam
konteks ini, sifat-sifat fakir diartikannya sebagai kondisi yang cukup
(kifayah), bukan kondisi meminta-minta (kafalah). Di sisi lain, ia berpendapat
bahwa sifat-sifat kaya berpotensi membawa pemiliknya hidup dalam kemewahan. Sekalipun
begitu, ia tidak menentang gaya hidup yang lebih dari cukup selama kelebihan
tersebut hanya digunakan untuk kebaikan.
3)
Klasifikasi Usaha-usaha
perekonomian
Menurut
Al-syaibani, usaha-usaha perekonomian terbagi atas empat macam, yaitu
sewa-menyewa, perdagangan, pertanian, dan perindustrian. Sedangkan para ekonom
kontemporer membagi menjadi tiga, yaitu pertanian, perindustrian, dan jasa.
Menurut para ulama tersebut usaha jasa meliputi usaha perdagangan. Diantara
keempat usaha perekonomian tersebut, Al-Syaibani lebih mengutamakan usaha
pertanian dari usaha lain. Menurutnya, pertanian memproduksi berbagai kebutuhan
dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksakan berbagai kewajibannya.
Dalam perekonomian, pertanian merupakan suatu usaha yang mudah untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Allah telah menyediakan sawah dan ladng untuk bercocok tanam.
Dan makanan yang kita makan merypakan hasil dari pertanian.
Dari
segihukum, Al-Syaibani membagi usaha-usaha perekonomian menjadi dua, yaitu
fardu kifayah dan fardu ‘ain. Berbagai usaha perekonomian dihukum fardu kifayah
apabila telah ada orang yang mengusahakannya atau menjalankannya, roda
perekonomian akan terus berjalan dan jika tidak seorang pun yang
menjalankannya, tata roda perekonomian akan hancur berantakan yang berdampak
pada semakin banyaknya orang yang hidup dalam kesengsaraan. Maka dari itu kita
disuruh untuk bekerja dan berusa di muka bumi ini.
Barbagai
usaha perekonomian dihukum fardu ‘ain karena usaha-usaha perekonomian itu
mutlak dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan
orang-orang yang ditanggunganya. Bila tidak dilakukan usaha-usaha perekonomian,
kebutuhan dirinya tidak akan terpenuhi, begitu pula orang yang ditanggungnya,
sehingga akan menimbulkan akan kebinasaan bagi dirinya dan tanggungannya.
4)
Kebutuhan-kebutuhan
Ekonomi
Al Syaibani mengatakan
bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya
tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara yaitu makan, minum ,pakaian,
dan tempat tinggal. Para ekonom yuang lain mengatakan bahwa kempat hal ini
adalah tema ekonomi.
5)
Spesialisasi dan
Distribusi Pekerjaan
Al-syaibani menyatakan
bahwa manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan yang lain. Manusia tidak akan
bisa hidup sendirian tanpa memerlukan orang lain. Seseorang tidak akan
menguasai pengetahuan semua hal yang dibutuhkan sepanjang hidupnya dan manusia
berusaha keras, usia akan membatasi dirinya. Oleh karena itu, Allah SWT memberi
kemudahan pada setiap orang untuk menguasai pengetahuan salah satu diantaranya,
Allaha tidak akan mempersulit makhluknya yang mau berusaha tetapi akan
memberikan jalan atau petunjuk untuk dirinya. sehingga manusia dapat bekerja
sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Allah SWT berfiman dalam surat
az-Zukhruf ayat 32
Artinya: “dan kami telah meninggikan sebagian mereka ats sebagian yang lain beberapa derajad,”
Artinya: “dan kami telah meninggikan sebagian mereka ats sebagian yang lain beberapa derajad,”
Al-syaibani
menandaskan bahwa seorang yang fakir dalam memenuhi kebutuhan hidupnya akan
membutuhkan orang kaya sedangkan yang kaya membutuhkan tenaga orang miskin.
Dari hasil tolong-menolong tersebut, manusia akan semakin mudah dalam
menjalankan aktivitas ibadah kepada-Nya. Dan Allah mengatakan dalam Qur’an surat
al-Maidah ayat : 2
Artinya:”
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa…”
Rasulullah
saw bersabda:
“
sesungguhnya Allah SWT selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya tersebut
menolong saudara muslimnya.” (HR Bukhari-Muslim)
Selain itu Al-syaibani
menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan niat melaksanakan ketaatan
kepada-Nya atau membantu suadaranya tersebut niscaya akan diberi ganjaran
sesuai dengan niatnya. Dengan demikian, distribusi pekerjaan seperti di atas
merupakan objek ekonomi yang mempunyai dua aspek secara bersamaan, yaitu aspek
religius dan aspek ekonomis.
Suatu pekerjaan yang
baik merupakan suatu ibadah, agar kita bisa hidup lebih sederhana dalam
memenuhi kebutuhan hidup. Jika manusia hanya menunggu karunia dari-Nya, niscaya
itu tidak akan perna ada rezeki untuk dirinya karna tidak mau berusaha. Dan
bersyukurlah atas rezeki yang telah Allah berikan. Karna Allah akan menambahkan
rezeki bagi orang yang mau mensyukurinya.
5.
Relefansi antara
teori yang dikemukakan dengan realita saat ini
Setiap manusia wajib bekerja
untuk meraih rezeki Allah swt. Jika manusia tidak bekerja, maka mereka tidak
akan dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Oleh karena itu, setiap orang
harus mampu memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya untuk mengolah sumber
daya alam yang ada. Jika kita lihat saat ini, kewajiban untuk bekerja telah mendorong
sebagian orang berusa keras untuk mencari rizki Allah bahkan mereka
berlomba-lomba menciptakan lapangan kerja.
Namun, juga tidak dapat
dipungkiri bahwa saat ini masih banyak sekali orang yang tidak memiliki
pekerjaan, mereka hanya berpangku tangan menanti rezeki dari Alllah. Inilah realita yang ada, dimana masih
banyak sekali orang yang bermalas-malasan untuk bekerja, sekalipun itu adalah
kewajiban mereka. Hal ini yang membuat perekonomian sulit untuk berkembang dan
tingkat kemiskinan tidak berkurang serta banyak sumber daya alam belum
dimanfaatkan.
Jika kita lihat, pertanian
tetap memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Produk-produk pertanian
adalah produk yang merupakan kebutuhan pokok manusia. Jadi, bisa dibayangan
jika pertanian tidak ada, maka manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dan jika manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, otomatis mereka akan
mati dan aktivitas produksi di sector lain pun akan berhenti. Itulah sebabnya
pertanian tetap memegang peranan penting dalam aktivitas ekonomi atau
ketersediaan lapangan kerja.
Namun, saat ini pertanian di
Indonesia semakin tidak produktif. Hal ini disebabkan karena semakin
berkurangnya lahan untuk pertanian karena akibat alih fungsi lahan ke sector pembangunan
dan industry. Juga akibat kurangnya minat orang Indonesia tehadap pertanian
karena telah disibukkan dengan hal-hal lain. Bisa dibayangkan jika
produktivitas pertanian di Indonesia semakin menurun, maka akan sulit sekali
untuk mendapatkan bahan pokok untuk memenuhi kehidupan sehari-hari, sehingga
Indonesia akan menjadi negara importir bahan pokok, yang seharusnya tidak
terjadi melihat alam Indonesia yang luas dan cocok untuk pertanian.
Sekarang
menjadi tugas kita bersama untuk berpikir keras dan melakukan perubahan kearah
yang lebih baik. Kita harus berupaya untuk membangkitkan semangat kerja
saudara-saudara kita dan menyadarkan mereka akan pentingnya pertanian, sehingga
mereka mau memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk kesejahteraan bersama.
Dengan
begitu maka aktivitas ekonomi akan meningkat, dan memberikan nilai positif
terhadap semua aspek. Pada dasarnya banyak cara agar pertanian di Indonesia ini
cepat berkembang, tetepi pada kenyataanya masyarakat tidak bisa melihat situasi
ekonomi yang global ini. Masyarakat hanya bisa meniru dan tidak mampu
memberikan situasi ekonomi yang baik untuk meingkatkan kualitas ekonomi negara
ini. Coba bandingkan dengan ekonomi yang ada di luar negeri seperti Amerika,
pasti sangat jauh.
Indonesia
sebagai negara yang mempunyai iklim tropis, sudah seharusnya mampu memproduksi
produk-produk unggulan dan berkualitas dalam sector pertanian. Tapi nyatanya
Indonesia masih sering menginport hasil pertanian dari luar negri. Ini merupakan masalah buat negara Indonesia.
Bagamimana tidak, kalau pertanian saja harus menginpor dari luar negri bagaimana
bisa Indonesia menjadi negara yang mandiri. Jika hal ini berlalut-larut akan
mengakibatkan dampak ke aspek yang lain juga
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nama lengkap
Al-Syaibani adalah Abu Abdillah Muhammad bin al-Hasan bin Farqad al-Syaibani. Beliau
lahir pada tahun 132 H (750M) di kota Wasit, ibu kota dari Irak pada masa akhir
pemerintah Bani Umawiyyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban di wilayah
Jazirah Arab. Menurut Asy Syaibani, permasalahan ekonomi wajib diketahui oleh
umat islam karena dapat menunjang ibadah wajib.
Pemikiran beliau
tentang ekonomi terbagi menjadi lima bagian, yaitu:
Al-Kasb ( Kerja), Kekayaan dan Kefakiran, Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian,Kebutuhan-Kebutuhan Ekonomi, Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan.
Al-Kasb ( Kerja), Kekayaan dan Kefakiran, Klasifikasi Usaha-usaha Perekonomian,Kebutuhan-Kebutuhan Ekonomi, Spesialisasi dan Distribusi Pekerjaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Adiwarman Azhar Karim, 2004,Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Euis Amalia, 2007, Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam dari Masa Klasik hingga Kontemporer, Jakarta: Granada Press.
Heri Sudarsono, 2002, Konsep Ekonomi
Islam, Ekonisia,Yogyakarta.
Chamid, Nur. 2010, Jejak Langkah Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: pustaka pelajar,
0 komentar:
Posting Komentar
Mauu komentar ? silahkan :D
Maaf jika ada penulisan kata yang kurang jelas hihi kadang suka typo
Jika ada kesalahan dalam postingan, silahkan kasih komentar dan saran yah hihi
Terimakasih banyak :)